Rincian Aduan : LGWP68172259

Selesai Public

KABUPATEN BANYUMAS, 30 Dec 2022

Kepada Yth. Bapak Gubernur Jawa Tengah (Pak Ganjar Pranowo) Di Tempat Perkenalkan nama saya Andika. Saat ini saya menetap di Jerman. Mohon maaf yang sebesar-besarnya telah mengganggu waktu Pak Ganjar untuk keluhan dan masukan dari saya ini. Ibu saya pada tanggal 13 Desember 2022 meninggal dunia karena mengidap penyakit kanker serviks stadium 3b dan batu ginjal. Selain itu kata pihak Rumah Sakit, beliau mengidap COVID-19. Sebelum ibu saya meninggal dunia, Dokter mengatakan bahwa beliau kemungkinan besar susah ditangani dan hanya menggunakan perawatan paliatif alias penyakit beliau tidak dapat disembuhkan. Sebelumnya beliau sudah sempat ditangani dengan cara kemoterapi, tetapi kankernya menjalar ke organ tubuh lainnya. Bahkan beliau malah memiliki batu ginjal. Pada Oktober 2021 dokter yang menanganinya mengatakan ibu saya telah bersih dari kanker. Akan tetapi beberapa bulan kemudian kankernya malah muncul lagi dan malah menyebar ke organ tubuh lainnya hingga ke paru-paru. Ibu saya hingga akhir hayatnya dirawat di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto. Saya sangat berterima kasih untuk usaha penanganan yang dilakukan oleh pihak RSUD. Tetapi ada beberapa hal yang saya herankan dan sesalkan. Beberapa hal tersebut mau tidak mau saya sampaikan ke pak Ganjar karena saya sudah cukup pusing diputer-puter di RSUD dalam mengurus ini semua. Dan saya pribadi sangat sakit hati dengan salah satu oknum yang katanya berprofesi dokter. Berikut ini adalah beberapa hal yang menjadi konsen saya tersebut: Hasil Patologi Panatomi (PA). Bapak saya yang selalu ada dalam mengurus ibu, mengatakan bahwa pihak RSUD selalu minta hasil PA setiap kali bawa ibu ke RSUD. Salah satu perawat mengatakan dia sudah meminta lebih dulu ke pihak RSUD yang bersangkutan mengurus dokumen tersebut, tetapi tidak ada dokumen tersebut. Saya sangat heran bagaimana sistem pendataan mereka di RSUD. Seharusnya jaman sekarang bisa dikomputerisasikan & didigitalisasikan. Jadi tidak perlu selalu meminta ke pasien. Perawat tersebut menjawab sudah dari dulu seperti itu. Tetapi mohon maaf pak, bukan berarti harus dilestarikan kan cara lama yang tidak simple itu? Selain itu fotocopy dan fotocopy. Kertas dan kertas. Pohon dan pohon. Alam dan alam. Sampah dan sampah. Maksud dari ungkapan-ungkapan tersebut adalah sangat disayangkan begitu banyak kertas yang terpakai dan terbuang. Seorang Perawat pernah mengambil hasil pemeriksaan ibu saya. Bapak saya tidak diperbolehkan memperolehnya, padahal itu hak bapak saya dan kewajiban pihak rumah sakit memberikannya. Kemudian bapak saya menulis keluhan terkait hal tersebut dan memasukkannya ke kotak keluhan. Beberapa hari kemudian ada yang mendatangi bapak saya dan mengatakan apakah bapak saya kehilangan hasil pemeriksaan. Maaf pak, itu lucu tetapi sangat disayangkan. Itu lebih tepatnya dirampas. Cara penyampaian dokter. Dokter merupakan pelayan masyarakat di bidang kesehatan. Tidak hanya pasien yang membutuhkan penanganan yang baik, melainkan juga keluarga pasien. Kalau seperti itu caranya, malah bisa jadi tidak hanya pasien yang sakit, melainkan juga anggota keluarganya yang lain juga sakit (contohnya psikis) karena penyampaian dari dokter tersebut. dr. Aditiyono Sp.OG(K)Onk menjelaskan kanker ibu saya telah menyebar ke organ yang lainnya dan sayangnya beliau menjelaskan langsung ke pasien. Itu justru membuat psikis pasien terganggu. Bahkan asistennya (tidak tau namanya), mengatakan ibu saya hanya mengalami masalah pencernaan. Sekedar info pak, ibu saya hingga akhir hayatnya sangat memprihatinkan yaitu sistem pencernaan yang digunakan untuk buang air besar menggunakan vaginanya. Sebelumnya melalui jalur di sekitaran pinggangnya. Entah apakah asistennya telah merasakan hal yang sama atau belum sehingga dengan mudahnya mengatakan hal seperti itu. Tak kalah buruknya ialah apa yang disampaikan oleh dr. Rachmad Aji Saksana, Sp.PD, M.Sc (dokter spesialis penyakit dalam). Beliau mengatakan ibu saya sedang menjalani perawatan akhir hayat. Itu jujur sangat kasar, ditambah lagi bapak saya ada dibelakang saya. Kemudian disaat ibu saya hanya bisa tertidur dan kritis, dokter tersebut dan saya melakukan komunikasi melalui telepon. Saya menanyakan kenapa psikolog tidak dihadirkan disaat keluarga tidak diperbolehkan untuk masuk ke ruangan isolasi. Sementara dr. Aditiyono pernah mengatakan perawatan paliatif yang bisa dilakukan termasuk kehadiran psikolog. Dari awal isolasi tidak ada kehadiran psikolog di ruangan ibu saya. Dr. Rachmad mengatakan ibu saya tidak sadarkan diri dan bagaimana bisa berbicara. Kemudian saya berkata mengapa ketika masih sadar tidak ada psikolog juga. Kemudian beliau menyampaikan alasan lain lagi yaitu psikolog tidak diperbolehkan untuk masuk ruang isolasi. Bagaimana bisa seorang dokter penyakit dalam yang seharusnya biasa menangani penyakit-penyakit parah berbicara seperti itu dan penuh dengan ketidaksopanan dan ketidakempatian terhadap keluarga pasien. Untuk yang ini adalah yang paling membuat saya sakit hati dan paling kecewa. Dokter tersebut seperti tidak mengetahui kode etik. Di malam terakhir saya di depan ruang isolasi, saya berbicara dengan dua Perawat. Salah satunya bernama Sulis, sementara yang lain saya tidak tahu. Hingga pada akhirnya saya mengatakan kedua Perawat tersebut mungkin belum merasakan apa yang saya rasakan saat itu sehingga tidak bisa memaklumi cara penyampaian saya yang menggebu-gebu. Sehingga salah satu perawat tertawa kecil ke rekannya dan mengatakan ke rekannya “gak pernah merasakannya katanya”. Itu sangat memalukan karena tertawa diatas penderitaan orang lain. Pembayaran. Pembayaran masih menggunakan sistem lama yaitu tidak sepenuhnya terhubung dengan sistem komputerisasi dan jaringan internet. Saya harus membawa buku dari petugas di gedung ibu saya dirawat untuk dibawa ke kasir RSUD (berbeda gedung). Disitu tertera nama pasien dan juga biaya tambahan. Kemudian harus diacc pihak kasir untuk bisa membawa ibu saya pulang. Mengapa tidak langsung saja keluarga pasien ke kasir untuk melakukan pembayaran. Jika pihak RSUD membutuhkan bukti fisik, maka buatlah bukti pembayaran yang dikeluarkan oleh mesin kasir dan tentunya terhubung ke semua unit RSUD yang membutuhkannya. Kesiapan berbahasa inggris secara tertulis dan lisan. Sebelum saya pulang ke Indonesia, saya meminta surat keterangan terkait dengan penyakit ibu saya dan bagaimana penanganan selanjutnya serta keinginan ibu saya akan kehadiran saya disana. Saya meminta hal tersebut untuk diuruskan oleh keluarga saya di Indonesia. Namun sayangnya mereka diminta kebagian B oleh A, kemudian ke bagian C oleh B. Sesampainya di bagian C, petugas mengatakan dia tidak bisa berhasa inggris dan menunggu bantuan dari rekan lainnya. Kami sudah menyiapkan templatenya tinggal ditambahkan tandatangan dan kop surat, namun petugas tersebut tidak mau. Kemudian akhirnya dikirimkan surat versi mereka melalui email langsung ke email saya. Sayangnya surat tersebut Hanya menyantumkan dari kapan sampai kapan ibu saya dirawat. Sementara itu ibu Saya sudah ada di rumah saat itu. Meskipun ibu saya sudah ada di rumah, namun beliau masih perlu mendapatkan perawatan dari rumah sakit. Kemudian saya membalas email rumah sakit dan menyampaikan kembali keinginan keluarga kami. Akhirnya mereka mengirimkan dokumen tentang penyakit ibu saya dalam bahasa inggris dan beberapa keterangan tambahan tulisan tanggan dalam bahasa indonesia. Mereka mengirimkan ke email saya namun sayangnya saat itu saya sudah berada di Indonesia. Cukup lambat dan mereka tidak membalas email tersebut apakah akan diproses dan berapa Lamanya. Tanggal hasil PCR keluar di Personal Computer di ruangan Bougenville (Isolasi COVID-19) bisa berbeda dengan hasil akhir laboratorium. Seorang perawat bernama Zayn mengatakan hal tersebut kepada saya. Bahkan hasil akhir di laboratorium belum keluar, namun mereka di ruang Bougenville Sudah mendapatkan hasilnya. Ini sangat aneh. Sampah menumpuk di ruangan pasien. Kata ketua ruangan: ada 3 kali sehari pengambilan sampah. Dan setelah saya komplain, itu dipindahkan ke ruangan tertentu sesuai saran saya. Akan tetapi terjadi lagi penumpukan sampah di ruang pasien. Jadi seperti sudah menjadi habit. Bukankah ruangan pasien harusnya bersih? Bukankah sampah bisa menimbulkan penyakit? Bukankah pasien yang dirawat diinginkan untuk disembuhkan dari penyakitnya? Mohon maaf pak Ganjar untuk keluhan saya ini. Saya sangat prihatin dengan kondisi-kondisi seperti itu. Saya sangat menyesal tidak memaksa ibu saya untuk berobat di Jerman saja. Jujur saya sangat sedih negara tercinta saya (Indonesia) masih memiliki pelayanan rumah sakit yang seperti itu. Saya sangat berharap permasalahan tersebut bisa segera diselesaikan. Hal-hal yang kurang bisa segera diperbaiki. Hal-hal yang sudah baik bisa ditingkatkan menjadi semakin lebih baik. Saya bersedia untuk diundang berdiskusi. Mungkin saya bisa diberikan kesempatan pula untuk berbagi pengalaman saya tentang fasilitas kesehatan disini berikut juga dengan pelayanannya. Ini untuk rumah sakit yang lebih baik dari segi pelayanan. Hormat saya Andika

0 Orang Menandai Aduan Ini