Detail Aduan
Rincian Aduan : LGWP43301008
KABUPATEN PATI, 05 Feb 2015
Permendagri 37/2007 dan 66/2007 Kadaluarsa Tapi Masih dipakai di Kabupaten/Kota Semakin rumit saja polemik penyusunan rancangan peraturan desa (Raperdes) tentang APBDes tahun 2015. Pada dasarnya pemerintah desa menyatakan siap membuat pengelolaan keuangan desa dan perencanaan pembangunan desa sesuai Permendagri yang mengatur tentang desa yang terbaru. Bahwa jika Permendagri 37/2007 & 66/2007 sudah dicabut pada akhir tahun 2014. Sehingga sudah kedaluwarsa terhitung mulai 1 Januari 2015. Pihak pemerintah sudah memperbaharui permendagri mulai Nomor 111, 112,113 dan 114 tahun 2014. Itu sudah kedaluwarsa lho kok masih dipakai Pemerintah Kabupaten/Kota, seharusnya dijalankan sesuai Permendagri baru. Ada perbedaan mencolok serta mendasar dalam penyusunan rancangan APBDes pada dua permendagri itu. Mulai dari format pembagian, pengelompokan dan pos pembelanjaan. Dimyati menjelaskan jika Permendagri 37/2007 & 66/2007 format pembagian dibedakan menjadi dua. Yakni belanja pegawai dan pembangunan. Sedangkan pada regulasi yang baru dibedakan menjadi empat pos. Yakni, pos pembelanjaan pembangunan dan belanja pemberdayaan masyarakat. Kemudian pembinaan masyarakat dan terakhir penyelenggaraan pemerintah. Menurut kami permasalahan itu tidak bisa murni kesalahan dari kepala desa maupun perangkat. Melainkan pemahaman pejabat di tingkat kecamatan yang dirasa lamban dalam memahami hal itu. Seharusnya pihak kecamatan yang menjadi kepanjangan tangan bupati/walikota bisa menyampaikan regulasi yang sesuai dengan ketentuan. Itu sudah diatur di pasal 101 PP 43/2014, bupati/walikota dapat mendelegasikan evaluasi Raperdes tentang APBdes kepada camat. Terkait dengan hal tersebut terlihat banyak camat yang kurang memahami administrasi pemerintahan dan manajemen pemerintahan dan banyak bupati/walikota mengangkat camat yang tidak memiliki kompetensi pemerintahan, padahal pada Pasal 224 UU 23/2014 tentang Pemda ditegaskan : (1) Kecamatan dipimpin oleh seorang kepala kecamatan yang disebut camat yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris Daerah. (2) Bupati/wali kota wajib mengangkat camat dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pengangkatan camat yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibatalkan keputusan pengangkatannya oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Camat seharusnya sudah mulai memberikan imbauan sampai tingkat desa. Paling utama agar menjalankan amanat UU Nomor 6/2014 dan peraturan pelaksanaannya tentang Desa secara menyeluruh. Termasuk menjalankan PP 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6/2014 tentang Desa dan permendagri yang baru-baru ini terbit. Karena pemerintah minta dijalankan UU tentang Desa, saat ini pemkab/pemkot belum membuat regulasi pemisahan bengkok atau tanah kas desa dengan aturan tertulis di semua ketentuan itu untuk diteruskan ke pusat melalui bupati/walikota. Kami yakin para camat tentu akan mengambil sikap sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mana hal yang diperbolehkan atau tidak. Kalau dipaksakan risikonya besar sekali karena melanggar UU. Kami berharap agar persoalan tersebut tidak sampai menghambat proses reformasi birokrasi dan tata kelola desa yang sedang berjalan. Sebab pembangunan tingkat desa sudah harus dimulai. Ini harus segera berproses, agar semuanya jalan karena program desa kan awalnya di RPJMDes dan APBDes. Pemkab/pemkot selalu berkoar : "dulu siapa yang demo tuntut undnag-undang desa diterbitkan, kan pemdes, nah sekarang sudah terbit ya dijalankan. Termasuk SPJ dan format-format aturan dijalankan". Bukan kami tidak siap dan tidak mau jalankan UU desa dan peraturan pelaksanaannya. Masalahnya pemerintah desa tidak semua memiliki internet, untuk berinternet harus jauh ke warnet berkilometer baru tau ada apa informasi terbaru. Yang diharapkan kan camat sering update informasi baru tentang kebijakan pusat untuk disosialisaiskan kepada desa karena umumnya di kecamatan ada internet, tapi di lapangan itu NOL.
Disposisi
Kamis, 05 Februari 2015 - 08:37 WIB
Admin Gubernuran